Ketika Aku Mulai Dicurigai


Aku pernah dicurigai, oleh seseorang yang dulu sangat kuhormati. Sekarang tentu tidak, melihat wajahnya saja aku muak. Bukan karena dia jelek, dia cukup cantik, bahkan dulu aku juga kagum dengan kecantikan yang dimilikinya. Namun siapa sangka perilakunya terhadapku sangat mengecewakan. Aku tidak tahu mengapa dia begitu terlihat menyepelekan aku. Iya memang benar, aku ini bukanlah orang yang mampu, aku juga selama hidupku belum pernah keluar kota sendirian, dan saat itu aku baru kali pertamanya menjadi anak rantauan, wajar dong kalau aku tidak memiliki benda-benda yang dimintanya sebagai persyaratan apalah itu. Kalaupun aku punya aku juga akan dengan senang hati membawanya, dan sayangnya aku tidak punya. Kuceritakan sedikit, jujur aku bukan tipe orang pendendam hingga akhirnya aku bisa hidup dengan tenang bila dendamku telah terbalas. Sama sekali tidak terbesit pikiran seperti itu. Tapi aku orang yang suka mengingat sesuatu, apalagi hal yang berkesan, dan kejadian itu sungguh berkesan meski berkesan yang menyakitkan. Aku ditugasi membawa property dengan salah satu temanku yang dekat denganku, sebab kami tinggal di kos-kosan yang lumayan dekat dengan tempat kejadian. Tak apalah aku bawa, toh tidak begitu berat dan aku masih mampu.
Malam itu aku membawanya, semua yang dibutuhkan tanpa terkecuali, bahkan aku juga menyumbang beberapa bahan lainnya yang tidak ada namun dibutuhkan, kurang baik apa aku? Kala itu aku belum begitu muak dengannya meski sudah agak berubah persepsiku terhadapnya. Aku masih menghormatinya,tapi aku sedikit membencinya karena alasan dia yang selalu memandang tinggi satu orang yang bahkan jarang sekali bersama kita, dan memandang yang lainnya rendah terutama aku. Itu belum seberapa, malam itu kami semua berkumpul mempersiapkan diri, kami saling membantu menghias diri dengan berbagai property yang telah kami buat bersama. Aku juga membantu orang yang dianggap tinggi itu, ia terkenal pandai namun sangat sombong, bahkan sampai sekarang kami tidak pernah saling sapa.
Tinggalkan orang sombong, kesombongannya tidak akan berpengaruh pada hidupku. Kembali pada orang yang memuakkan ini. Aku lupa benda apa yang dia cari kala itu. sesuatu yang tidak ada kaitannya denganku, mungkin saja ada kaitannya dengan property, tapi apa salahku? Aku saja tidak menyentuhnya dan property yang tadinya aku bawa juga sudah berada di luar tasku. Aku menaruh tasku di dekat dinding, bersandar di sana. Ia mencurigaiku, bahkan bisa dibilang memfitnahku meski tidak secara langsung, namun ia melakukannya di depanku dan yang lainnya. Parahnya itu hanya aku, HANYA AKU. Awalnya ia bertanya-tanya siapa yang melihat benda apalah itu, tidak ada yang tahu, aku pun tidak tahu. Kemudian ia mencari dan membuka tasku, TASKU DIBUKA SEOLAH AKU MENCURINYA. Aku melihat itu meski jarakku dengannya agak jauh. aku sedang membantu temanku menempel property tapi aku melihatnya. Aku hanya bisa melihat dan membiarkannya, karena aku tidak menaruh apa-apa di dalam tasku, apalagi bukan milikku. Dia tidak bisa menemukannya di sana. Semenjak saat itu aku menjadi muak dengannya, meski aku masih saja menyapanya jika bertemu, karena dia tingkatannya lebih tinggi dariku. Tapi jujur aku sangat membencinya,. Aku benci cara ia mnatapku, cara ia tersenyum kepadaku lalu memanggil namaku. Oh sungguh persetan, seolah dia tidak ingat apa yang telah dia perbuat dulu.

Kesalahpahaman



Salah paham, mungkin semua orang pernah merasakannya atau melihatnya. Namun tahukah bagaimana rasanya berada dalam posisi kesalahpahaman itu sendiri. Terlibat di dalamnya dan inti dari masalah itu tertuju pada diri kita. Menyebalkan? Tentu, marah? Iyalah kenapa tidak. Itulah yang aku rasakan saat ini, berada di posisi yang tidak kita inginkan, dan tidak mampu menunjukkan kebenarannya, sulit untuk keluar dari zona kesalahpahaman ini. Aku memilih diam, bukan diam yang berarti kalah. Aku tidak mau mempersulit keadaan. Sesungguhnya aku ingin semua jelas dan sama dengan kenyataan yang ada, bukan seperti ini. Tapi aku bisa apa selain diam? Mau ngomong mengumbar-umbar? itu akan terlihat seolah memang benar aku inti dari permasalahannya. Kenapa harus aku? Kenapa bisa terjadi? Sial!

Aku menyimpannya sendirian, bahkan ketika aku mau menceritakan semuanya, aku tidak tahu harus memulai dari mana, terlalu panjang dan tidak akan mudah orang lain memahami. Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah mengumpat sejadi-jadinya, tentu di dalam hati. Tidak mungkin secara frontal aku berteriak keras mengumpat-ngumpat di sini. Di tempat bukan wilayahku, bisa dikira orang stress nantinya. Tuhan, Engkau tahu sedangkan mereka tidak, kuatkanlah hambamu ini. Aku manusia, seorang perasa yang memiliki rasa dan perasaan. Tatapan mata mereka mampu kurasa. Tidak perlu berhenti berbicara ketika aku lewat, tidak perlu mengalihkan pandangan ketika lama telah memandang sinis padaku, aku tahu. Meskipun sebelumnya kita mampu bercanda tanpa batas, meski dulu kau sering keluar masuk pintu itu. Kini aku yakin, tidak semudah itu untuk kembali. Bukan salahku, juga bukan salahmu. Hanyalah kesalahpahaman yang kau mulai dengan dugaan.

Seharusnya kau mencari tahu akan hal yang benar, bukan menyebar hal yang kau tidak ketahui salah atau benar. Aku tahu kau tidak berniat seperti itu, tapi dengan begitu kau membuatku menjadi pelaku. Kau secara tidak langsung mengasingkanku dari dunia sebelumnya.

Kemudian aku mulai enggan menatapmu, mulai enggan menyapa dirimu. Aku muak dengan keberadaanmu, seolah kaulah biang semua masalah yang tertuju padaku. Bukan kau saja yang kesal, aku juga! Malah lebih dari kesal. Kalau saja aku tahu begini, maka kala itu aku lebih baik bersikap tidak ramah. Bersikap seolah-olah ada gap di antara kita. Itu memudahkanku untuk tidak terlibat dalam suatu kesalahpahaman. Mengertilah, bukan berarti aku membencimu. Aku kesal telah dijadikan objek sasaran negative. Belajarlah untuk mencari tahu dahulu sebelum memberi tahu.

13-03-2016

Rinduku Tak Tahu Malu


Kuambil sepotong lirik dari lagu milik band Letto yang berjudul “Hantui Aku”. Karena menurutku kalimat Rinduku Tak Tahu Malu sangat enak untuk diucap apalagi sesuai dengan perasaanku saat ini. Rindu kepada malaikat tak bersayap yang menghabiskan umur tuanya demi kebaikanku, ups bukan.. bukan hanya aku, namun lima orang anak. Dengan pengabdian tanpa meminta imbalan beliau lakukan setulus hatinya, didampingi sesosok pemimpin keluarga. Kata rindu begitu jauh dengan ku selama ini, 18 tahun terakhirku tak pernah ku merasa rindu kepada beliau. Semenjak aku menjadi anak rantauan yang jauh dari kampung halaman, dan jarang mendapat teguran secara langsung dari beliau, aku mulai mengerti arti kata rindu yang sesungguhnya. Namun rindu itu tak mampu kubendung hanya dengan berbicara via telepon atau saling berkirim pesan singkat. Aku mencari obat untuk mengatasi rasa rindu ini, Ya Allah begitu sulit menghilangkannya dan yang kupinta hanyalah bertatap muka dan memeluk tubuh beliau yang semakin tua dan rentan itu. Aku mencoba memandangi fotonya yang terpampang di layar laptopku berdampingan dengan sang pemimpin dan diriku berada di tengah mereka. Semakin lama ku memandang, justru air mata yang keluar dari pelupuk mataku, membasahi pipi dan aku sesenggukan menahan rasa rindu ini. Oh.. Ya Allah, kapankah aku bisa memeluk mereka berdua, mencium tangannya dan membelai rambut putihnya. Kapan lagi, dan jawabannya adalah sabar, tentu aku harus bersabar karena disini, di kota orang aku menuntut ilmu. Mereka menaruh harapan besar kepadaku dan tidak mungkin aku membakar harapan itu dan menghanguskannya begitu saja. Hari-hari kulewati dengan penuh kesabaran, menunggu hari dimana aku bisa pulang dan bertemu mereka. Tanpa sadar aku meneteskan air mata lagi, bahkan ketika aku hanya memejamkan mata dan membayangkan mereka melintas di hadapanku, tersenyum memanggil namaku dengan lembut, dan membelai rambutku. Mendoakan setiap langkah yang kupilih dan menyemangati disaat aku kehilangan asa. Oh ibu… oh ayah… tahukah kalian, anakmu ini, detik ini juga sedang menangis merindukan kalian. Aku tidak berbohong, air mata ini semakin banyak, aku tak mampu menahannya karena itu membuat kerongkonganku terasa sangat sakit. Ketika aku pulang nanti, aku ingin sekali mengatakan bahwa aku menyayangi kalian lebih dari apapun. Namun betapa sulit mulut ini untuk berucap, berkali-kali aku berlatih namun setiap berada di hadapan kalian mulut ini kelu, terbungkam dan tak mampu berkata-kata kecuali merangkul kalian. Ibu.. ayah.. maafkan jika aku berlebihan merindukan keberadaanmu disana. Di kota Kudus tercinta, disini aku selalu mendoakan kalian agar diberi kesehatan dan umur panjang yang bermanfaat. Dan selalu berada di dalam lindunganNya. Aamiin.. aamiin ya rabbalalamiin.

wisuda sendiri di
 rumah
ibu, anakmu, rindu
Kadang dicintai itu melelahkan. Bukan karena aku tidak ingin dicintai, tapi sikap seseorang yang awalnya asyik kemudian enjadi tidak santai jika sudah ada rasa cinta.
Aku tak pernah melarang siapa pun untuk mencintai, tapi bisakan mencintai dengan cara yang semestinya? Tidak perlu bertele-tele, terlalu rumit yang kau lakukan dan terlalu jauh apa yang kau lakukan.
Cukup bilang " Aku cinta kamu " dan kemudian lakukanlah, bersikaplah kalau kau mencintaiku. Kau tak bilang kalau kau mencintaiku, tapi kau menyiratkan pada dunia kalau kau mencintaiku. Dan bila aku bertanya, kau selalu menjawabnya dengan bertele-tele. Aku bahkan tidak bisa memberi jawaban "iya" atau "tidak" jika caramu begitu. Bukankah akan menjadi indah ketika kau terus terang padaku. Dan jika (mungkin) aku juga mencintaimu, mari kita tunjukan bahwa ada cinta di antara kita. Bukankah menyenangkan seperti itu?
Sikapmu menyebalkan. Itu membuatku muak dengan cinta.
Selama ini aku sudah bodo amat dengan cinta-cintaan itu, dan kemudian kau membuatku semakin enggan untuk memasuki zona cinta.
22 tahun aku menjomblo, menyayangi diriku sendiri, dan mencintai diriku sendiri. Aku selalu menunggu orang yang bisa menyatakan cintanya kepadaku dengan cara berani. Dengan cara laki-laki. Bukan dengan sembunyi dan membuat seolah aku kePDan sendiri. Tidak, aku sama sekali tidak PD dengan apa yang kau lakukan. Aku RISIH.

Harus Bagaimana Aku?

Kacau.
Akhir-akhir ini aku sangat berantakan, hidupku kacau. Kalut.
Tidak, aku tidak stres atau depresi. Hanya saja semakin kesini semakin menyusahkan, ini berat.
Beberapa hari ini nasi terlihat tidak lagi menggairahkan, mie instant tidak lagi menggoda, lauk-pauk yang berjajar di warung-warung nampak menjijikkan. Ada apa denganku?
Biasanya aku paling tidak bisa seharian tidak makan nasi, tapi suatu hari aku benar-benar menolak makan nasi. Anehnya tubuhku tidak terasa lemas seperti biasanya ketika aku tidak makan nasi sama sekali.
Semakin hari aku merasa aneh dengan diriku sendiri, entahlah apa sebabnya.
Perutku yang biasanya kebal dengan makanan apapun, maksudku ia mau menerima semua jenis makanan kini justru menjadi kurang ajar. Aku bukan tipe orang yang mudah BAB. Dan akhir-akhir ini juga setiap kali aku makan makanan pedas, perutku selalu memberontak. Perih, sakit, dan ahh entahlahhh. Dikit-dikit mules, perih, dan itu membuatku gampang lemas. Nggak di bis, di kampus, di jalan. Itu menyebalkan sekali.
Tidak hanya perut, kepalaku menjadi manja. Ia sering tiba-tiba terasa sakit, berat, dan seperti diikat. Bukan, ini bukan pusing. Rasanya menyiksa. Memang aku biasanya sering kena migrain. Tapi kini rasanya berat, nggak nyaman. Harus bagaimana lagi aku?
Belum lagi kini sleep apnea atau gangguan tidurku kumat lagi setelah sekian bulan sudah tidak bereaksi padaku. Kadang aku berpikir aku sudah mati ketika tiba-tiba aku terbangun dari gangguan sleep apnea. Seolah aku sudah menjadi arwah karena badanku terasa ringan sekali. Tapi aku masih hidup ternyata.
Semua ini menggangguku! serius. Aktivitasku, tidurku tidak tenang, pencernaanku, pernafasanku, semuanya kacau!
Aku mulai mudah lupa akan sesuatu. Aku mulai mudah merasa lelah dan capek.
Tidak ada yang tahu, teman-temanku, keluargaku, tidak ada yang tahu apa yang kurasa dan kualami. Aku terlihat ceria dan bersemangat di mata mereka, tapi tidak ketika aku sendirian. Aku tidak sekuat itu.
Aku juga bukan perempuan normal seperti lainnya. Aku berbeda, dan aku tidak mengerti kenapa aku berbeda seperti ini. Aku tidak tahu ini keuntungan atau kekurangan, tapi aku tidak istimewa seperti lainnya.
Kurasa aku harus tidur, kepalaku mulai berat dan sakit lagi.....

Untuk Ibuku

Hei, ibuku.....
apa kabar? aku rindu nih. Besok aku pulang. Maaf, nggak bisa bawa oleh-oleh.
Aku selalu ingin membelikanmu sesuatu yang kau sukai, tapi aku selalu saja gagal menabung, hehehe. Nanti kalau aku udah kerja sendiri, aku pasti sering membawakan ibu jajan. Aku tahu ibu suka kuliner, nanti kita jajan bareng ya. Jangan lupa ajak Bapak, sama kakak dan adek. Aku rindu mereka juga.
Ibu, maaf kadang di sini aku nakal. Aku tidak sepenuhnya melakukan nasihatmu. Kadang sholatku masih bolong, sholat subuh seringnya. Aku kesulitan bangun pagi. Aku akan berusaha menjadi yang lebih baik lagi bu, pasti. Doakan aku ya.
Satu hal yang harus ibu percaya, aku di sini tidak neko-neko. Aku tidak pernah nakal kalau urusan sama laki-laki. Aku tetap menjaga jarak dengan lawan jenis bu. Aku tidak mau mengecewakan Bapak. Nakalku paling karena sering membeli sesuatu yang tidak aku butuhkan. Atau karena aku terlalu boros dan terlalu malas dalam belajar.
Ibu, aku memang jarang memberimu kabar. Aku jarang menghubungimu. Aku bingung ketika kita berbicara lewat telepon, apa yang harus dibicarakan. Aku selalu tidak bisa mengembangkan pembicaraan kalau via telepon. Mending nanti kalau ketemu saja aku baru cerita banyak hal.
Meski begitu aku selalu merindukanmu, aku mencintaaimu.
Kamu adalah satu-satunya wanita yang hebat yang pernah aku temui dan satu-satunya wanita yang membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama. Terima kasih telah merawat dan membesarkan anak sepertiku.

Laki-laki yang paling kucintai

Teruntuk laki-laki yang tidak ada duanya, yang sangat aku cintai. Kelak kalau aku sudah benar-benar dewasa aku ingin kau selalu ada di sisiku, menemaniku, menungguku, menghiburku, dan mencintaiku. Kau adalah satu-satunya laki-laki yang rela melakukan apapun untukku. Pernah suatu hari kau kehujanan dan menungguku, pernah juga kau menemaniku mengerjakan tugas di warnet saat aku masih sekolah. Cintaku padamu tidak bisa diukur dengan ukuran manapun. Aku sangat-sangat mencintaimu. Ayahku....
Kau selalu berjuang demi melihat aku bahagia. Maaf jika aku dulu nakal, jika aku kurang menghargaimu dan selalu menyepelekan apa yang Ayah lakukan. Kini aku mengerti, kau hebat.
Ayah.. kau yang selalu mengkhawatirkanku.. kadang aku memang jengkel padamu. Perhatianmu padaku seolah mengekangku. Haha lucu ketika aku mengingat dulu pergi ke warung yang jaraknya bisa ditempuh dengan jalan kaki saja kau mengantarkanku, kita berjalan berdua dan kau merangkulku. Dulu ketika teman-temanku berkendara sendiri menuju tempat renang, kau bersedia mengantarkanku, bahkan menungguiku di luar hingga kehujanan. Waktu itu aku terlihat sangat jahat di mata teman-temanku, membiarkan ayahnya sendirian di luar dan hujan. Mereka tidak tahu kalau aku sudah menyuruh ayah pulang dan menjemputku ketika aku sudah selesai. Tapi ayah menolak itu, iya tetap mau menungguku hingga pulang. Kadang aku merasa ayahku kelewat baik hahaha. Kini aku merindukan sifat baiknya itu. Waktu telah merampas usia dan tenaganya. Ayahku menua dan tidak sekuat dulu. Aku benci itu. Aku benci kenapa seseorang harus menua? Aku benci ayahku menjadi tua dan rapuh. Aku ingin sekali membahagiakan dia, membuat ia tertawa lepas, menikmati indahnya dunia. Ya, ayahku selama ini terlalu sibuk membahagiakan keluarganya hingga ia lupa bagaimana cara membahagiakan diri sendiri.
Ayah... maafkan aku ketika aku masih suka berbuat dosa. Aku sedih, ayah yang akan menanggung dosa anak perempuannya bukan? aku selalu berusaha terhindar dari dosa ayah. Tapi semakin bertambahnya waktu, aku merasa semakin banyak pula dosaku. Aku belum pandai menutup auratku dengan benar. Aku belum bisa menjaga pandanganku dari yang bukan muhrim. Aku sering melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah. Dan ketika aku melakukan itu semua, aku tidak sadar bahwa kelak tidak hanya aku yang dihukum. Ayah.. doakan aku... doakan aku agar bisa menjaga diri.
Satu keinginanku adalah aku bisa hidup bersamamu di dunia, dan di surga.
I LOVE YOU DAD... SO MUCH...

Begini aku

Begini. Aku selalu saja begini. Saat ada laki-laki yang mendekat, aku selalu saja menyakitinya. Dan itu semua karena aku masih memikirkanmu. Dulu saat aku berpisah denganmu, aku dekat dengan temanku sendiri. Ya, kami memang sudah dekat saat aku masih menjalin hubungan denganmu. Dia yang selalu menemaniku saat kamu tidak peduli. Aku akui dia teman yang baik, hingga kamu meninggalkanku dan dia tetap ada. Sikapnya yang semakin hari semakin peduli membuatku menyayanginya. Aku sayang dan aku nyaman dengannya. Hingga suatu ketika dia menyatakan cinta padaku. Aku tidak terlalu menanggapi itu serius, karena dia temanku dan kita sering bercanda. Beberapa kali ia menyatakannya dan aku selalu mengabaikannya. Aku tidak bisa kehilangan dia sebagai teman baikku. Kemudian ia bilang padaku kalau ia mau menunggu.. ia mau menungguku.. kuharap itu benar. Tapi lama kelamaan dia nggak ada kabar, dia hilang entah kemana. Dan aku mulai terbiasa tanpanya. Ya, aku perlahan melupakan dia, dia sendiri yang membuatku terbiasa tanpa hadirnya. Kemudian suatu ketika dia kembali, menghubungiku. Meminta bantuanku untuk mendonorkan darah kepada pacarnya. Aku tidak tahu kapan mereka berhubungan, tapi itu cukup membuatku kecewa. Aku ingin mendonorkan tapi berat badanku tidak mencukupi. Kebetulan golongan darah yang dicari sama denganku.
Semenjak itu, semenjak itu aku tidak mempercayai perkataan laki-laki. Aku tumbuh dewasa, tanpa mengenal cinta dengan lawan jenis. Karena aku tahu semuanya hanya omong kosong. Betapa bodohnya aku dulu mau menjalin hubungan dengan kekasihku. Kamu yang kuyakini adalah jodohku, ternyata aku yang terlalu naif. Hingga saat ini aku sadar aku masih mencintaimu. Aku menginginkanmu. Tapi aku tidak mau itu. Kau tahu, aku selalu berusaha keras untuk melupakanmu, untuk membuka hati lagi. Saat aku kuliah, aku dekat dengan laki-laki lagi. Kami sering ngobrol lewat telepon dan aku mulai nyaman. Ya aku mulai nyaman. Tapi ketika dia ingin serius aku mengingatmu lagi, dan mengingatk kejadian dulu. Aku tidak bisa menyakiti siapapun dan aku tidak mau disakiti lagi. Cukup. Aku tidak ingin berhubungan dengan laki-laki dulu. Setiap laki-laki yang mendekatiku dengan tujuan lebih dari seorang teman kini aku jauhi. Ya, ada beberapa laki-laki yang mendekat. Awalnya aku menerima kalau mereka mau berteman. Namun setelah sikap mereka yang menunjukkan gelagat ingin memiliki, justru aku menjauhinya. Aku harus menjaga jarak agar aku tidak kehilangan mereka. Terlanjur nyaman dan tersadar bahwa yang kau cintai bukan dia adalah tindakan keji bagiku, Aku jahat. Untuk itu, aku berhenti. Aku berhenti merasa nyaman. 

My Day

Malam minggu, pukul 19:30 WIB aku berada di sebuah warung penyetan. Setelah tadi memesan kepala ayam bakar, tahu, dan tempe kemudian aku tinggal ke warung untuk membeli sekotak susu coklat dingin kesukaanku. Kini aku duduk terdiam di pojokan bangku panjang sambil menyedot susu yang telah aku beli dan sesekali menggigit sedotannya, ya itu kebiasaanku dari kecil. Aku suka sekali menggigiti sedotan dari minuman yang aku minum. Melihat orang lalu lalang di jalanan yang tidak lumayan lebar, mendengar beberapa pelanggan lain sedang mengobrol, suara gorengan, dan suara dari bakaran, semuanya beradu satu keluar masuk di telingaku. Mataku fokus pada jalanan yag tidak lebar itu. Dan pikiranku sedang berjalan-jalan jauh mengitari dunia. Aku selalu begini. Memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu aku pikirkan. Tapi itulah aku. Aku tidak mengobrol karena aku memang sendiri dan tidak ada temanku di sana. Satu per satu orang menuju depan untuk membayar pesanannya yang sudah jadi hingga tibalah giliranku. Aku gelagapan ketika pesananku sudah jadi dan Ibu penyetan memanggilku. Seperti ragaku sudah bergerak maju namun pikiranku belum kembali pada keadaan sekarang. Seperti orang ling lung namun aku bisa menguasainya. Setelah terjadi transaksi yang agak lemot karena aku, dan pesananku juga sudah berada di tanganku, aku pergi meninggalkan warung penyetan tersebut. Aku berjalan melewati jalanan yang tidak lebar itu menuju ke kediamaanku yang kurasa bisa membuatku nyaman. Aku selalu memerhatikan langkah kakiku saat aku berjalan sendirian, dan sesekali menatap langit barangkali ada bintang dan bulan. Ciptaan Tuhan memang tidak ada duanya, sangat indah. Sesampainya aku di kamar aku segera menjatuhkan diri di kasur yang tidak keras dan kadang aku bersyukur masih bisa menghela nafas panjang dan menghirup aroma kebebasan bisa sendirian di dalam kamar ini. Aku belum mau beranjak untuk makan malam. Kuputar mp3 player dari hapeku. Semua lagu di hapeku yang jumlahnya masih sedikit satu-satu terputar dan aku menikmatinya dengan ikut bernyanyi di bagian yang aku hafal liriknya. Kau tahu? bagiku nikmat adalah bisa merasakan suasana seperti itu. Apalagi kalau ada cemilan., tapi aku sedang hemat jadi aku tidak membeli cemilan apapun.
Begini, aku memejamkan mata sejenak. Membayangkan keluargaku sedang beraktivitas di tempat yang sama denganku. Kita berada di satu atap. Ibu memanggilku dengan suara lantang. Seolah menyuruhku bangkit. Tapi aku suka sekali malas-malasan. Kadang aku tertawa geli melihat kejadian-kejadian itu hanya terjadi saat aku terpejam. Tapi kenyataannya mereka tidak bersamaku. Mereka jauh di kota lain. Aku jarang sekali menghubungi mereka, karena ketika aku berkomunikasi lewat telepon seolah tidak ada pembicaraan. Aku memang tidak pandai dalam membuat percakapan. Aku ingin melihat mereka langsung di depan mata. Ah.... aku mulai ingat aku belum makan malam dan perutku mulai terasa lapar. Aku beranjak dari kasurku dan mengambil nasi di piring dan aku makan dengan lauk yang telah aku beli tadi. Berbahagialah kalian yang masih bisa dengan mudahnya menikmati makanan yang disiapkan oleh Ibu. Aku tidak boleh sedih. Aku benci sedih dan aku tidak akan melakukan itu. Aku selalu baik-baik saja dan aku selalu bahagia. Maka jangan tanyakan kabarku bagaimana karena jawabanku akan selalu baik-baik saja dan aku sangat bahagia. Aku tidak pernah sakit dan aku tidak pernah sedih :)
Aku selalu berusaha tersenyum di depan orang lain, dan aku berusaha tertawa ketika mereka mengajakku ketawa. Makananku sudah habis. Kini aku merasa kenyang. Piring dan kotoran segera kubersihkan di tempat cuci piring yang letaknya di ujung lorong. 
Setelah itu aku masih saja menikmati sendiri di dalam kamar dengan lagu-lagu kesukaanku. Dan itulah aku. Dan itulah hariku.
Gimana ya, sahabat? sebenarnya apakah sahabat itu ada?
Mengapa selama ini aku merasa bahwa tidak ada yang namanya sahabat. Mungkin teman ya, aku punya banyak teman. Mereka adalah orang yang datang saat membutuhkanku dan menghilang saat kubutuhkan. Terkadang ada sih orang yang bisa ada saat dibutuhkan, selain keluarga tentunya. Tapi itu jarang sekali aku temukan. Terlalu egoiskah aku Tuhan? Tapi aku merasa bahwa mereka yang egois.
Tuhan, aku tahu kau menciptakan orang dengan berbagai jenis watak. Tapi aku tidak bisa menerima sahabat yang bangsat. Aku merasa diinjak-injak. Aku merasa dimanfaatkan. Aku merasa dibuang setelah dibutuhkan, dihina, dicaci. Sebenarnya aku tahu mereka hanya bercanda. Tapi aku menerima semua itu terlalu sering bahkan hingga aku bosan dan muak. Aku ingin berhenti menjadi bagian dari mereka tapi aku tidak bisa.
Tuhan, aku tidak setegar itu untuk menghadapi mereka. Ini berat. Tidak, aku tidak lebay. Aku sadar seharusnya aku tidak mengeluh karena banyak orang yang hidupnya lebih berat dari aku. Tapi, aku capek. Harus menahan tangisan. Menangis sendiri saat tidak ada orang. Tidur agar melupakan segalanya. Kadang aku berpikir ingin mati tapi aku tahu itu dosa. Dan aku juga belum bisa membahagiakan orang tuaku. Sedih sekali jika mereka (orang tuaku) harus kecewa dengan anaknya yang mentalnya sudah loyo.

Catatan Kecil Diri Sendiri #Di ambang Putus asa


Kenapa aku mudah sekali putus asa? Di mana aku menyimpannya? Kenapa judul dan isinya berbeda? Usahaku menuangkan segala kegilaanku, di mana sekarang semua itu?apa aku sering menyebutnya sampah, lalu tidak sengaja aku menghapusnya dan mengganti dengan cerita yang baru. Ceritaku yang baru sama sekali tidak memiliki kegilaan. Ah sial, aku sudah hampir menjadi gila dan kegilaanku kini musnah tak tersisa walau satu paragraph saja! Benar-benar sial! Aku menghabiskan waktu berjam-jam memandangi layar monitor dengan rasa panas di ujung jari tulunjukku. Semua itu kini sia-sia. Aku menyesal, kenapa aku harus menundanya selama ini, dan mengapa aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi hingga cerita itu tamat. Bodohnya aku membuat cerita baru dan menurutku itu norak karena ujung-ujungnya ada sosok ah biarkan hanya aku yang tahu sosok itu, muncul di ceritaku lagi. Padahal sudah beberapa kali aku tidak memunculkannya di ceritaku, kini ia dengan tidak sadar muncul dalam ceritaku lagi. Aku tidak mengerti betapa spesialnya dia hingga setiap ceritaku harus menjadikannya sebagai tokoh utama, dan naasnya aku selalu menjadi tokoh yang paling menderita hingga kadang-kadang berujung pada kematian yang aku buat sendiri. Bodoh, iya aku akui, aku ini bodoh. Kalau aku pintar, mungkin saat ini aku sudah menjadi seorang ilmuan seperti Albert Einstein atau siapalah yang harus dihafalkan anak sd sebagai tokoh-tokoh terkenal di setiap pelajarannya itu. Tidak habis pikir diriku ini.
17/9/16


OMEGAT, GUA UDAH TUA #SEMESTER6

Holla gaes.. di sini pukul 21:51 WIB. Tentu saja malam hari dan aku sedang menikmati wifi kost yang yahut. Nggak nyangka udah jadi anak kost lagi, setelah liburan yang sangat puanjang. Liburan terpanjang selama aku kuliah. Gimana nggak terpanjang coba? yang lain belum libur, aku udah libur. Yang lain mulai libur, aku juga udah libur. Yang lain udah nggak libur, aku masih saja libur. Heuheuheu hingga tiba saatnya, aku pun melihat cintaku yang khianat.... cintaku berkhianat... eaaaa malah nyanyi plakkkk. Ralat, hingga tiba saatnya besok udah mulai kuliah lagi, TIDAAAAKKKKKKK. Mulai menempuh semester tua, TIDAKKKKKKKK | halah lebay | yaudahlahya biarin aja. Next, semester 6 bersahabatlah denganku :}.
Baik aku akan terima semua kepahitan ini, aku tak bisa lagi bersenang-senang, aku harus serius. Ya!! semangat 45. Aku udah nggak mau lagi jadi anak kuliahan, pengen berkarir, bisnisgirl, dan punya banyak duit huahuahua. Aku tahu duit bukan segalanya, tapi di dunia ini realitanya duitlah yang berkuasa. Duit bisa beli keadilan, duit bisa merubah orang bersalah menjadi tak bersalah dan orang tak bersalah menjadi bersalah, duit juga bisa merubah kebenaran menjadi kebohongan. Sesungguhnya aku benci itu. Aku benci hak dan kuasa yang melekat pada benda bernama "duit" itu. Tapi ini fakta, kau tahu aku tidak berbohong karena aku sudah sering melihat kejadian-kejadian yang bisa disebut sebagai kekuasaan duit. ASUdahlah lupakan kejadian yang keji itu, lanjut cerita.
Oiya gaes, aku rasanya nggak sabar nih pengen ketemu temen-temen kuliah aku besok. Udah lama nggak ketemu mereka. Kangen bercanda bareng, makan bareng, gila-gilaan bareng eitsss tapi nggak semua temanku bisa diajak gila-gilaan, maklum kepribadian mereka tidak sama. Ada yang jaim ada yang blak-blakan ada yang frontal, tapi aku sayang mereka semua | uhhh co cwettt | jelas dong.
Oiya mau cerita sedikit nih, kalian ada yang percaya hal-hal yang berbau mistis? memang sih nggak nyambung sama judul tapi aku mau berbagi pengalaman bolehkan? hihihi
Untuk saat ini, diriku yang sekarang memang 50:50 untuk mempercayai hal-hal ghaib semacam itu. Aku yakin semua itu hanyalah halusinasi yang aku alami, meskipun saat aku kecil dulu, saat rumah ayahku belum pindah-pindah aku sering melihat hal-hal semacam itu, nggak cuma sekali-dua kali. Bisa dibilang aku yang paling sering melihat hal begituan di antara keluargaku. Dulu aku penakut sekali, jadi selalu teriak kalau melihatnya. Semakin besar dan dewasa aku mulai tak ada rasa takut dengan yang begituan, aku selalu menepis dan meyakinkan diriku bahwa hal semacam itu hanyalah halusinasi. Hingga akhir-akhir ini malah aku sering sekali melihat hal-hal itu yang selama ini sudah jarang aku lihat. Kenapa ya? setiap kali melihat aku malah penasaran dan aku samperin. Aku juga heran kenapa aku seberani itu? tidak seperti saat aku kecil dulu? berbeda sekali pokoknya. Dan aku masih tetap yakin bahwa yang aku lihat hanya halusinasiku sendiri. Aku percaya bahwa makhluk ghaib itu ada, tapi aku tak percaya mereka sengaja menampakan diri hingga bisa dilihat mata manusia. Menurut kalian gimana?

Sahabat? Aku tak Pantas.

Malam gaes. Apa kabar? Baik kan ya??
Malam ini pukul 23.32 WIB. Malam yang tidak begitu dingin seperti sebelum-sebelumnya. Dua sampai tiga hari lalu setiap malam pasti hujan, tapi malam ini syahdu sekali. Hening, dan anehnya aku tidak sedang diiringi musik apa pun. Biasanya kalau aku mau nulis sesuatu pasti ngeplay musik via headset yang bikin kuping budeg. Tapi tidak untuk malam ini, nikmat ternyata hening tanpa musik. Habis, biasanya kalau nggak musikan, rame sih, maklumlah anak kos yang nggak tinggal sendirian di dalam kamar.
Meski aku tadi bilang kalau malam ini syahdu, tapi malam ini membuatku gerah dan dingin di ujung kepala, haduh lebay ya... tapi aku serius, entahlah rasanya nggak karuwan dan aku lelah, muak, dan penat cieeeelaahhh. Jadi gini gaes, aku mau cerita dikit tentang sahabat. Sahabat? apa sih menurut kalian sahabat itu? teman dekatkah? orang terpercayakah? orang yang selalu adakah? atau sebatas kata 'sahabat' dengan simbol manusia yang telah kita kenal lama?
Kalau memang semua tersebut benar, sahabat adalah bla.. bla... bla... sahabat itu bla.. bla.. bla... sahabat itu kaya gini, sahabat itu kaya gitu, sahabat oh sahabat.
Aku merasa kalau aku bukanlah seorang sahabat yang baik. Aku tak pantas bila disebut sebagai sahabat. Aku merasa sangat berat ketika ada seseorang yang menganggapku sahabat. Bagiku sahabat itu hal yang mustahil. Ketika ada yang bilang aku sahabatnya, maka seketika aku harus memosisikan keberadaanku sebagai orang yang paling istimewa, orang yang selalu ada dan membawa solusi ketika yang menganggapku sebagai sehabat memliki masalah. Aku harus bisa dipercaya dan menyembunyikan segala aib orang tersebut. Aku harus menjadi yang terbaik, harus rela mendengar keluh kesahnya setiap saat, harus mau tahu tentang segala hal tentangnya. Jujur aku tak kuat, aku nggak mampu melakukan itu semua meski aku telah mencoba sebisaku. Bukan berarti ketika aku melakukan itu semua aku tidak ikhlas dan terpaksa melakukannya. Hanya saja aku sadar, aku tahu diri dan kumohon jangan sebut aku dengan panggilan sahabat yang bagiku sangat memberatkan itu. Aku tidak bisa jika harus selalu ada, aku punya kesibukkan sendiri dalam hidupku dan entah kenapa aku tidak bisa dengan mudahnya membagi kesibukanku ini dengan orang lain. Kau tahu, aku benci merepotkan orang lain apalagi temanku. Mereka boleh merepotkanku selagi aku masih mampu untuk direpotkan dan selagi aku bisa melakukan kebutuhanku sendiri, maka akan kulakukan sendiri. Ketika ada yang bilang sahabat adalah orang terpercaya maka ini sangat sulit ditemui. Kadang aku sendiri merasa aku adalah orang yang munafik. Jangan pernah mempercayaiku, kadang aku sulit dipercaya. Itu makanya aku juga sulit percaya orang lain, ini kejelekanku. Ada yang bilang aku ini orangnya bisa dipercaya, tidak emberlah, bisa jaga rahasia. Itu semua kebetulan saja, kebetulan sekali kalau aku bisa menjaga rahasia mereka atau aku yang lupa mereka pernah menceritakan rahasianya kepadaku. Ada yang bilang aku adalah sahabat yang baik, sungguh ketika ada yang bilang begitu akau merasa malu pada diriku sendiri. Aku bukanlah sahabat yang baik, kadang aku sering mengedumelkan kalian dengan sahabat yang lain. Ketika aku lelah dengan sikap mereka, aku tidak tahan mengeluh dengan orang lain meski kadang hanya dengan selembar kertas dan pena. Tapi bisa dibilang sering dengan orang lain. Ya aku butuh orang untuk berbagi kesah. Sama halnya ketika orang menganggapku sahabat yang harus siap mendengar keluh kesahnya setiap saat, kadang mereka menceritakan masalah pribadi, kdang menjelek-jelekkan orang lain, kadang ada keirian terhadap orang lain. Aku harus mendengar semua itu dan aku sebenarnya tak sanggup.
Jadi berhentilah menganggapku sahabat. Aku orang yang muna, tidak pantas sama sekali dijadikan sahabat. Saat ini mataku sembab, rongga hidungku mulai basah. Rasanya ingin sekali aku menumpahkan air mata, tapi aku tak boleh melakukan itu. Menangis adalah hal yang paling memalukan di dalam hidupku, aku benci menangis apalagi orang lain melihatnya.
Aku baru saja merasa kehilangan seseorang yang kuanggap sahabat dan aku tidak peduli jika orang itu memiliki pikiran yang sama denganku, pikiran yang enggan dianggap sebagai sahabat, aku tetap menyebutnya sahabat. Ya, aku kehilangan sosoknya yang sudah sangat dekat denganku. Kesalahanku memang, aku tidak memikirkan hal jauh ke depannya bagaimana. Saat itu aku benar-benar egois, ya begitulah aku. Makanya jangan bersahabat denganku. Tapi aku cukup terpukul di berubah sejak kejadian itu. Hingga detik ini aku belum menemukan sosoknya kembali seperti sedia kala. Aku telah melukai seorang sahabat. Aku menghancurkan makna sahabat yang kubuat dengan sangat sempurna dengan menghidupkan konsep sahabat yang buruk.



Sahabatku, aku harap kau membaca ini walau tak mungkin.
Aku kehilanganmu.
Aku tak peduli jika kau enggan berteman denganku lagi, mungkin itu hal yang paling baik.
Meninggalkan orang yang tak baik adalah hal terbaik.
Aku bukan tak menganggapmu sebagai sahabat, kau lebih dari itu.
Kau yang konyol, pemarah, peduli, kadang dingin kini semuanya tak bisa kulihat darimu.
Aku berkali-kali mengatakan maaf, dan kau mebisu.
Kini aku tahu, aku tak pantas menjadi sahabatmu.
Aku terlalu jahat untuk segalanya.
Kalau saja waktu diputar lagi, tepat di mana kejadian itu terjadi
aku yakin aku akan melakukan hal yang sama
dan hasilnya akan sama
Tidak ada yang berubah
Pada akhirnya aku bukan sahabat siapa-siapa
Kau, aku, dan sebongkah keegoan yang berhasil menjauhkanku darimu
Sekali lagi maaf...