Sahabat? Aku tak Pantas.

Malam gaes. Apa kabar? Baik kan ya??
Malam ini pukul 23.32 WIB. Malam yang tidak begitu dingin seperti sebelum-sebelumnya. Dua sampai tiga hari lalu setiap malam pasti hujan, tapi malam ini syahdu sekali. Hening, dan anehnya aku tidak sedang diiringi musik apa pun. Biasanya kalau aku mau nulis sesuatu pasti ngeplay musik via headset yang bikin kuping budeg. Tapi tidak untuk malam ini, nikmat ternyata hening tanpa musik. Habis, biasanya kalau nggak musikan, rame sih, maklumlah anak kos yang nggak tinggal sendirian di dalam kamar.
Meski aku tadi bilang kalau malam ini syahdu, tapi malam ini membuatku gerah dan dingin di ujung kepala, haduh lebay ya... tapi aku serius, entahlah rasanya nggak karuwan dan aku lelah, muak, dan penat cieeeelaahhh. Jadi gini gaes, aku mau cerita dikit tentang sahabat. Sahabat? apa sih menurut kalian sahabat itu? teman dekatkah? orang terpercayakah? orang yang selalu adakah? atau sebatas kata 'sahabat' dengan simbol manusia yang telah kita kenal lama?
Kalau memang semua tersebut benar, sahabat adalah bla.. bla... bla... sahabat itu bla.. bla.. bla... sahabat itu kaya gini, sahabat itu kaya gitu, sahabat oh sahabat.
Aku merasa kalau aku bukanlah seorang sahabat yang baik. Aku tak pantas bila disebut sebagai sahabat. Aku merasa sangat berat ketika ada seseorang yang menganggapku sahabat. Bagiku sahabat itu hal yang mustahil. Ketika ada yang bilang aku sahabatnya, maka seketika aku harus memosisikan keberadaanku sebagai orang yang paling istimewa, orang yang selalu ada dan membawa solusi ketika yang menganggapku sebagai sehabat memliki masalah. Aku harus bisa dipercaya dan menyembunyikan segala aib orang tersebut. Aku harus menjadi yang terbaik, harus rela mendengar keluh kesahnya setiap saat, harus mau tahu tentang segala hal tentangnya. Jujur aku tak kuat, aku nggak mampu melakukan itu semua meski aku telah mencoba sebisaku. Bukan berarti ketika aku melakukan itu semua aku tidak ikhlas dan terpaksa melakukannya. Hanya saja aku sadar, aku tahu diri dan kumohon jangan sebut aku dengan panggilan sahabat yang bagiku sangat memberatkan itu. Aku tidak bisa jika harus selalu ada, aku punya kesibukkan sendiri dalam hidupku dan entah kenapa aku tidak bisa dengan mudahnya membagi kesibukanku ini dengan orang lain. Kau tahu, aku benci merepotkan orang lain apalagi temanku. Mereka boleh merepotkanku selagi aku masih mampu untuk direpotkan dan selagi aku bisa melakukan kebutuhanku sendiri, maka akan kulakukan sendiri. Ketika ada yang bilang sahabat adalah orang terpercaya maka ini sangat sulit ditemui. Kadang aku sendiri merasa aku adalah orang yang munafik. Jangan pernah mempercayaiku, kadang aku sulit dipercaya. Itu makanya aku juga sulit percaya orang lain, ini kejelekanku. Ada yang bilang aku ini orangnya bisa dipercaya, tidak emberlah, bisa jaga rahasia. Itu semua kebetulan saja, kebetulan sekali kalau aku bisa menjaga rahasia mereka atau aku yang lupa mereka pernah menceritakan rahasianya kepadaku. Ada yang bilang aku adalah sahabat yang baik, sungguh ketika ada yang bilang begitu akau merasa malu pada diriku sendiri. Aku bukanlah sahabat yang baik, kadang aku sering mengedumelkan kalian dengan sahabat yang lain. Ketika aku lelah dengan sikap mereka, aku tidak tahan mengeluh dengan orang lain meski kadang hanya dengan selembar kertas dan pena. Tapi bisa dibilang sering dengan orang lain. Ya aku butuh orang untuk berbagi kesah. Sama halnya ketika orang menganggapku sahabat yang harus siap mendengar keluh kesahnya setiap saat, kadang mereka menceritakan masalah pribadi, kdang menjelek-jelekkan orang lain, kadang ada keirian terhadap orang lain. Aku harus mendengar semua itu dan aku sebenarnya tak sanggup.
Jadi berhentilah menganggapku sahabat. Aku orang yang muna, tidak pantas sama sekali dijadikan sahabat. Saat ini mataku sembab, rongga hidungku mulai basah. Rasanya ingin sekali aku menumpahkan air mata, tapi aku tak boleh melakukan itu. Menangis adalah hal yang paling memalukan di dalam hidupku, aku benci menangis apalagi orang lain melihatnya.
Aku baru saja merasa kehilangan seseorang yang kuanggap sahabat dan aku tidak peduli jika orang itu memiliki pikiran yang sama denganku, pikiran yang enggan dianggap sebagai sahabat, aku tetap menyebutnya sahabat. Ya, aku kehilangan sosoknya yang sudah sangat dekat denganku. Kesalahanku memang, aku tidak memikirkan hal jauh ke depannya bagaimana. Saat itu aku benar-benar egois, ya begitulah aku. Makanya jangan bersahabat denganku. Tapi aku cukup terpukul di berubah sejak kejadian itu. Hingga detik ini aku belum menemukan sosoknya kembali seperti sedia kala. Aku telah melukai seorang sahabat. Aku menghancurkan makna sahabat yang kubuat dengan sangat sempurna dengan menghidupkan konsep sahabat yang buruk.



Sahabatku, aku harap kau membaca ini walau tak mungkin.
Aku kehilanganmu.
Aku tak peduli jika kau enggan berteman denganku lagi, mungkin itu hal yang paling baik.
Meninggalkan orang yang tak baik adalah hal terbaik.
Aku bukan tak menganggapmu sebagai sahabat, kau lebih dari itu.
Kau yang konyol, pemarah, peduli, kadang dingin kini semuanya tak bisa kulihat darimu.
Aku berkali-kali mengatakan maaf, dan kau mebisu.
Kini aku tahu, aku tak pantas menjadi sahabatmu.
Aku terlalu jahat untuk segalanya.
Kalau saja waktu diputar lagi, tepat di mana kejadian itu terjadi
aku yakin aku akan melakukan hal yang sama
dan hasilnya akan sama
Tidak ada yang berubah
Pada akhirnya aku bukan sahabat siapa-siapa
Kau, aku, dan sebongkah keegoan yang berhasil menjauhkanku darimu
Sekali lagi maaf...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar